Menumbuhkan semangat menulis agar tidak tumpul bukanlah pekerjaan sederhana bagi penulis yang juga punya kegiatan lain. Saya memiliki pekerjaan utama sebagai Japanese Interpreter-Translator di kantor. Selain nulis blog, saya juga punya proyek menulis dengan klien. Jadi, energi jelas tidak selalu berada di puncak.
Saat ini, sudah menjadi hal yang wajar jika penulis juga memiliki profesi utama lainnya. Memang banyak bermunculan penulis yang bisa menggantungkan pemasukan dari freelance writing atau mendapatkan klien dan royalti, tetapi yang mulai dari side-hustle seperti saya juga tidak sedikit.
Menulis Itu Butuh Energi dan Fokus
“Sekarang, kan, kita bisa nulis pakai AI. Ngapain capek-capek?”
Apakah kamu sering menemukan iklan di medsos tentang kelas menulis menggunakan ChatGPT atau bikin ebook pakai AI? Kalau kamu berkecimpung di dunia kepenulisan, pasti pernah tidak sengaja menemukan iklan Ads di Facebook, Youtube, atau Instagram.
Sebenarnya, tidak ada masalah, sih, kalau ada yang menulis pakai AI, tetapi ini akan jadi masalah jika kemampuan dasarnya masih belum kuat. Misalnya, penulis yang masih belum paham soal pemisahan imbuhan sampai fakta yang kurang kredibel. Tulisan pun dipenuhi kalimat kurang efektif dan berputar-putar. Menulis butuh energi dan fokus. Kamu tidak boleh hanya bergantung pada AI kalau skill storytelling dan menulismu masih buruk.
2 Hal Penting Agar Semangat Menulis Tidak Tumpul
Bagaimana caranya agar kita tidak menjadi penulis yang mudah tumpul secara ide? Saya membaginya menjadi dua bagian besar. Mungkin kamu memiliki cara yang berbeda, ini tidak masalah. Bagikan pengalamanmu di kolom komentar, ya.
Jadilah Penulis dengan Otak Peneliti
Menganggap tulisan kita sebagai sebuah riset ibarat seorang peneliti ketika dia memiliki tujuan untuk menyelesaikan penelitiannya. Seorang peneliti akan memiliki waktu atau malah meluangkan waktu untuk mengumpulkan bahan penelitiannya lalu meramunya menjadi sebuah karya penelitan.
Biasanya, sih, saya menganggap tulisan saya itu sebagai sebuah proyek penelitian yang entah nanti hasilnya bagus atau tidak, tetapi yang pasti saya merasakan seperti memiliki sebuah perasaan, “Wah, aku adalah seorang peneliti. Aku adalah seorang penemu.”
Jadi, ide yang kita miliki adalah gagasan-gagasan penting yang kita olah menjadi sebuah penemuan yang hebat buat diri kita sendiri. Soal hasilnya, mau pembaca menilai itu jelek atau buruk, akan menjadi masalah belakangan.
Peneliti yang melakukan riset akan mendapat hasil yang tidak selalu langsung baik kan pasti mereka juga akan mengalami banyak kegagalan. Para penemu di masa lalu perlu mengalami banyak kegagalan di percobaan mereka saat sedang meneliti dan memperoleh hasil yang diinginkan.
Saya mengalami banyak kekalahan di perlombaan menulis, tapi saya memilih untuk terus ngeblog dan juga memoles naskah yang kalah. Beberapa naskah saya akhirnya bertemu jodoh, sehingga sejak 2013 hingga 2024 saya memiliki 24 judul buku. Naskah-naskah yang kalah tersebut sebagian besar terbit 2-3 tahun berikutnya di seleksi penerbit mayor atau indie.
Anggap Menulis Seperti Bermain Game
Saya menggunakan kebiasaan menulis sama dengan bermain game. Saat sedang menulis, saya memilih untuk menggunakan sistem Pomodoro. Jadi, tiap kali menulis, saya menggunakan alarm. Dari riset hingga mengetik draf awal, saya batasi dengan waktu. Ini berjalan cukup efektif karena saya memiliki aktivitas bermacam-macam.
Banyak teman-teman yang heran karena saya bisa menerbitkan 24 judul buku, bekerja kantoran, hang out, walking tour, mengikuti acara komunitas Toastmasters, dan kadang-kadang sudah ada di kota atau negara lain untuk traveling. Saya juga masih aktif mengisi blog.
Sebenarnya, ini bukan keajaiban. Saya hanya memiliki jadwal menulis maksimal 1 jam tiap harinya. Itu juga selalu saya fokuskan dengan sekuen tersendiri, misalnya, hari Senin dan Selasa untuk membaca. Rabu dan Kamis untuk mengetik. Saya juga tidak lagi membaca banyak buku, hanya 1-2 judul tiap bulan. Saat jalan-jalan, tentu saja saya cuti menulis dulu.
Ketika saya menganggap aktivitas menulis sebagai game, saya tidak terlalu kecewa ketika mendapat review tidak terlalu tinggi, kritikan, atau kalah lomba. Omongan julid yang tidak konstruktif saya abaikan. Saya fokus pada kritik yang menunjukkan di mana poin kekurangan saya secara spesifik. Lagipula, selera bacaan orang tidak bisa kita paksakan.
Nah, setelah tahu bagaimana saya menjaga semangat menulis agar tidak tumpul, bagaimana denganmu? Apakah kamu ingin tahu cara saya mengatur waktu menulis dari riset selama 1 jam? Beli ebook seharga 37 ribu ini di sini.
(Baca Juga: Berapa Lama Menghasilkan Uang dari Freelance Writing?)
- Ide Personal Branding Penulis Dari Buku ‘You Are The Brand’ – September 8, 2024
- Cara Mencari Jenis Ide Konten Agar Blog Tetap Disukai – September 7, 2024
- Di Balik Content Writing Master yang Terbit di Cabaca – September 1, 2024
Leave a Reply